Monday, August 25, 2008

KTSP

KTSP: Ruang Inovasi Guru

Oleh : Herlan Firmansyah, S.Pd

(Guru MAN Cianjur)

Inovasi; kata inilah yang menjadi salah satu ruh terlahirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai model pengembangan kurikulum dalam sistem pendidikan nasional dewasa ini. Beberapa icon dalam pedoman pengembangan KTSP memberikan ruang tersendiri bagi perangkat sekolah (kepala sekolah, guru dan komite sekolah) untuk menuangkan segala bentuk gagasanya dalam kurikulum yang dirumuskannya.

Dennis Sherwood dalam bukunya Smart Things to Know About Inovation & Creativity memberikan pengertian yang lebih luas tentang inovasi, menurutnya bahwa pengertian smart tentang inovasi bukan sekedar melakukan sesuatu yang baru atau menemukan sesuatu yang baru, melainkan suatu proses yang memerlukan empat tahapan yakni pengajuan gagasan, evaluasi, pengembangan dan implementasi.

Dalam kontek KTSP, tahapan yang diusung Dennis Sherwood tentang inovasi sangat relevan dan menjadi tantangan bagi sekolah, khususnya guru untuk melakukan proses inovasi tentang misi pendidikan yang dilakukanya. Inovasi-inovasi dalam implementasi transformation of knowledge, transformation of value serta tampil sebagai model dari knowledge dan value yang disampaikanya kini menjadi sebuah keniscayaan bagi perwujudan misi keguruanya.

Pembahasan tentang kurikulum tentunya tidak lepas dari masalah struktur kurikulum, materi pengajaran, metodologi, sampai kepada sistem evaluasi. Melalui KTSP, kini sekolah memiliki ruang yang lebih besar untuk memberdayakan sumber daya yang selama ini tidak termanfaatkan secara optimal. Khususnya sumber daya guru dengan segala potensi yang dimilikinya.

Dalam pemaknaan yang lebih umum, KTSP memberikan ruang bagi upaya pemberdayaan kearifan lokal, muatan ajar yang lebih terintegrasi dengan kebutuhan masyarakat sekitar, pengembangan life skill berbasis potensi lokal, pembentukan sistem yang mendukung penguatan idialsme guru dan proses pendidikan yang mengarah kepada integritas kepribadian peserta didik. Bagi guru profesional dan selalu kontekstual dalam setiap pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakannya, hal tersebut menjadi “amunisi” atau stimulus untuk mengoptimalkan potensi dirinya demi optimalnya misi pendidikan yang diembannya.

Kewenangan dalam pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kepada guru yang lebih luas menjadi salah satu implikasi dari KTSP. Hal ini memicu guru untuk menuangkan hal-hal yang selama ini ada dalam wilayah idealismenya ke dalam perangkat administrasi guru yang menjadi pegangannya ketika ia berinteraksi dengan peserta didik (baca: Silabus dan RPP). Dengan demikian, guru diberi kesempatan dan tuntutan lebih untuk berinovasi secara total dalam melaksanakan tutas-tugas profesionalisme keguruannya. Faktor komitmen, kompetensi dan konsistensi untuk selalu berinovasi menjadi nilia-nilai yang harus dipegang teguh oleh para guru agar kebijakan pemberlakuan KTSP berdampak positif bagi peningkatan mutu pendidikan nasional pada umumnya dan Proses Belajar Mengajar (PBM) pada khususnya.

Dalam sistem pendidikan nasional yang berlaku dewasa ini, posisi, fungsi, dan peran guru benar-benar mengalami pergeseran. Di dalam kelas, guru semakin dituntut untuk mampu menciptakan suasana kelas yang kondusif sesuai semangat KTSP. Suasana kelas harus demokratis, tidak tegang, tetapi harus tetap tertib agar semua siswa bisa optimal dalam menyimak, berbicara, dan mengekspresikan dirinya. Menciptakan kondisi kelas ideal seperti ini bukanlah hal yang mudah. Kondisi kelas sering terjebak ke dalam dua kondisi ekstrem yang tidak menguntungkan. Kondisi pertama, suasana kelas kaku, tegang, dan menakutkan, sehingga siswa takut berbicara dan mengekspresikan dirinya. Kondisi kedua, suasana kelas terlalu bebas, selalu ribut, sehingga siswa sulit untuk konsentrasi. Karena itulah maka pada saat ini guru dituntut semakin kreatif, inovatif dan lebih smart dalam menghadapi siswa serta mengelola proses pembelajaran.

Mulyasa (2008:35-64) memberikan gambaran tentang 19 peran guru yang diharapkan dalam konteks KTSP yakni guru sebagai pendidik, guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, guru sebagai pelatih, guru sebagai penasehat, guru sebagai pembaharu (inovator), guru sebagai model dan teladan, guru sebagai pribadi, guru sebagai peneliti, guru sebagai pendorong kreativitas, guru sebagai pembangkit pandangan, guru sebagai pekerja rutin, guru sebagai pemindah kemah, guru sebagai pembawa cerita, guru sebagai aktor, guru sebagai emansipator, guru sebagai evaluator, guru pengawet dan guru sebagai kulminator. Peran-peran tersebut diharapkan dijalankan secara optimal oleh guru agar semangat KTSP teraktualisasi dalam praktek pendidikan di persekolahan.

Diantara peran-peran yang disebutkan oleh Mulyasa tersebut di atas adalah guru sebagai inovator, hal ini semakin menguatkan asumsi penulis tentang adanya kesempatan dan tuntutan kepada guru untuk optimal dalam berinovasi pasca diberlakukannya KTSP. Proses inovasi tersebut hendaknya terejawantahkan dalam seluruh komponen pembelajaran.

Pembelajaran menurut Hamalik (1995:57) adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam sistem pembelajaran adalah siswa, guru, dan tenaga lainnya. Material meliputi buku-buku, papan tulis, kapur, fotografi, slide dan film, audio, serta video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri atas ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Sementara prosedur terdiri atas jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya.

Sementara Djahiri (2007:1) mengartikan pembelajaran secara programatik dan prosedural. Secara programatik pembelajaran dimaknai seperangkat komponen rancangan pelajaran yang memuat hasil pilihan dan ramuan profesional perancang/guru untuk dibelajarkan kepada peserta didiknya. Rancangan ini meliputi 5 komponen (M3SE) yakni; (1) Materi atau bahan pelajaran, (2) Metode atau kegiatan belajar-mengajar, (3) Media pelajaran atau alat bantu, (4) Sumber sub 1-2-3, (5) Pola Evaluasi atau penilaian perolehan belajar. Secara prosedural, pembelajaran adalah proses interaksi/interadiasi antara kegiatan belajar siswa (KBS) dengan kegiatan mengajar guru (KMG) serta dengan lingkungan belajarnya (learning environment). Ruang inovasi yang hendaknya dimanfaatkan guru berlaku untuk seluruh komponen pembelajaran, dari mulai materi sampai proses evaluasi pembelajaran.

Dengan adanya kesempatan dan tuntutan bagi guru untuk berinovasi dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalisme keguruannya-khususnya tugas dalam PBM- diharapkan kualitas guru dan mutu pendidikan secara umum dapat meningkat.

No comments: